Daya saing produk rotan Indonesia saat ini jauh dibawah Vietnam dan China. Hal tersebut bisa dilihat dari harga jual kursi rotan Indonesia yang diserahkan barangnya diatas kapal (free on board) lebih mahal 40 persen ketimbang free on board yang dilakukan China.
Pembeli jelas lebih memilih harga free on board China yang lebih murah secara prosentase tersebut daripada Indonesia. Mahalnya harga jual kursi rotan Indonesia diatas kapal tersebut dipengaruhi banyak persoalan .
Seperti kurangnya pasokan bahan mentah serta panjangnya proses perizinan yang harus dijalani pelaku usaha rotan di tanah air. Sementara itu, rotan mentah yang ada di gudang perajin dan pabrik pemasok di pusat kerajinan rotan di Cirebon juga menipis.
Ketua Yayasan Kampung Wisata Rotan Galmantro, Cirebon, H.Solihin mengatakan situasi sulit tersebut sudah terjadi lebih dari satu bulan. Pemasok bahan baku rotan yang didatangi Solihin juga sudah tidak memiliki rotan mentah.

Rotan mentah dari Kalimantan dan Sulawesi yang biasanya dimiliki pemilik Safira Rotan ini mencapai 10 bal dalam satu Minggu .kini tinggal satu bal saja tersimpan di gudang miliknya.
Akibat pasokan rotan mentah yang sedikit tersebut berdampak pada kenaikan harga rotan mentah tersebut dari Rp 13 ribu per kilogram (kg) sekarang menjadi Rp 14 ribu per kg.
Kesulitan memperoleh bahan baku juga dirasakan Atang Suhendar. Manajer Pemasaran CV Amelia Rotan tersebut mengaku sudah dalam dua bulan terakhir, rotan mentah susah didapat.
“Sekarang ini hanya bisa dapat satu kontainer rotan mentah, padahal biasanya dalam satu bulan bisa memperoleh bahan baku sampai tiga kontainer atau sekitar 10 ton,” kata Atang seperti diberitakan Kompas, Senin (27/3).
Kabid Mebel, Rotan dan Bambu HIMKI, Sumartja mengatakan kesulitan memperoleh bahan baku rotan memberi pengaruh terhadap keberadaan industri rotan di Cirebon.
Mengingat saat ini hingga April nanti merupakan periode permintaan ekspor yang sangat tinggi yang dimulai Agustus lalu yang mencapai 1000 kontainer. Kekurangan rotan mentah juga terjadi pada periode tahun 2006-2011.
Saat itu, pemerintah memperbolehkan ekspor rotan mentah, namun industr hilir dalam negeri mengalami kesulitan memperoleh rotan. Anehnya, saat ini ekspor rotan mentah sudah dilarang namun industri hilir tetap kesulitan bahan baku.
“Harga rotan di hilir naik terus sementara di hulu harga rotan turun dan kabarnya tidak terserap. Padahal 85 persen rotan dunia berada di Indonesia,” jelas Sumartja.(jm/pjk)