New York, OMBELAN.COM- Nadia Murad, wanita pegiat hak asasi manusia PBB yang juga korban selamat dari penindasan kelompok teroris ISIS saat ini bersiap meluncurkan buku memoir.
Associated Press, Rabu (29/3) melansir informasi dari penerbit buku yang ditulis Nadia Murad, Tim Duggan Books mengatakan buku tersebut berjudul “The Last Girl: My Story of Captivity, and My Fight Agains the Islamic State”.
Memoir Nadir Murad direncanakan terbit pada 31 Oktober 2017. Dalam sebuah peryataan tertulis,Murad mengatakan, dia telah kehilangan banyak teman dan anggota keluarga setelah kehadiran teroris ISIS.
Murad berharap kisah yang ia susun menjadi sebuah buku tersebut nantinya bisa memberikan pengaruh bagi para pemimpin dunia untuk mengambil tindakan. Murad tinggal di sebuah perkampungan yang dikuasai ISIS sejak Agustus 2014.
Setelah menjadi budak para penculiknya, Murad melarikan diri tiga bulan kemudian. Agence France-Presse menyebutkan, gadis yang berasal dari Irak Utara berhasil lolos dari sekapan ISIS setelah memperoleh surat identitas palsu.
Murad mendapat kesempatan berbicara di PBB serta sejumlah tempat lain. Sejak pertengahan pertengahan September 2016, Nadia Murad menjadi Duta PBB untuk korban perdagangan manusia. “Ini menandai untuk pertama kalinya seorang penyintas kejahatan diberikan penghargaan (Duta PBB),” kata PBB terkait pemilihan Nadia Murad .

Tugas tersebut diberikan kepada wanita berusia 23 tahun tersebut sebagai penghormatan terhadap para penyintas perdagangan manusia yang berada di bawah wewenang kantor Urusan Narkoba dan Kejahatan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNODC).
Murad memiliki pesan terhadap para pemimpin dunia yang berusaha menghancurkan ISIS. Wanita muda ini menyerukan agar para pemimpin ISIS ditangkap dan diadili karena telah melakukan genosida terhadap etnis minoritas Yazudi, kelompok warga yang tinggal di utara Irak.
PBB menyebutkan tugas Nadia Murad adalah fokus terhadap inisiatif advokasi serta meningkatkan terhadap situasi buruk yang dialami korban-korban yang jumlahnya tidak terhitung , terutama para pengungsi , kaum wanita, anak-anak dan perempuan.
Minggu (26/3), PBB mengeluarkan pernyataan agar para korban ISIS memperoleh keadilan. Saat ini, pemerintah Irak sedang mengobarkan perang melawan ISIS dengan ditandai keberhasilan mereka merebut kota Fallujah dari cengkeraman teroris ISIS.
Kisah Nadia Murad
Tak berlebihan bila Nadia Murad menyerukan penangkapan terhadap pemimpin-pemimpin ISIS yang telah melakukan pembunuhan massal terhadap etnis minoritas Yazudi yang juga menjadi etnis Nadia Murad.
Nadia mellihat enam saudara prianya dibunuh oleh anggota teroris ISIS . Dilansir dari BBC, Nadia Murad juga mengalami kekerasan fisik dan seksual. Berada dibawah kekuasaan teroris ISIS, wanita yang ditangkap menjadi bernasib sial jika diketahui berusaha kabur.
Dengan mengiba, Nadia mengungkapkan hingga saat ini, 3.200 perempuan dan anak gadis etnis Yazidi diketahui masih ditahan dan dijadikan budak seks anggota teroris ISIS.
Nadia sendiri ketika ditangkap teroris ISIS dijebloskan kedalam penjara serta diperkosa oleh sejumlah pria yang berada di kamp. Nadia mengatakan ia diperkosa secara berjamaah oleh anggota ISIS.
Nadia menceritakan dirinya sempat diperjual belikan beberapa kali oleh kelompok penjahat ISIS tetapi akhirnya berhasil melarikan diri. Nadia lahir dan tumbuh besar bersama etnis minoritas Yazidi yang menjadi korban perlakuan kejam ISIS.
Etnis Yazidi adalah etnis non Muslim juga non Arab yang menganut kepercayaan kuno. Warga etnis Yazidi mencapai 500.000 orang dan terpusat di dekat perbatasan Irak serta Suriah. Alasan penindasan ISIS terhadap Yazidi karena etnis ini dinilai tidak menganut kepercayaan yang diturunkan Nabi Adam hingga Ibrahim sampai ke agama Islam.