Jakar, ombelan.com – Pada 18 April mendatang, Uber Technologies menyatakan akan menutup pelayanan pada konsumen di Denmark. Regulasi terbaru yang diminta oleh pemerintah Denmark dianggap memberatkan, pihak Uber tidak sanggup untuk mematuhinya.
Serikat sopir taksi, perusahaan beserta politisi mengeluh bahwa Uber menimbulkan persaingan tidak sehat karena tidak memenuhi standar hukum seperti layaknya taksi onlie lainnya.
“Bagi kami untuk beroperasi di Denmark lagi, perlu adanya perubahan aturan. Kami akan terus berkoordinasi dengan pemerintah dengan harapan bahwa mereka akan memperbaharui aturan dan memungkinkan masyarakat Denmark menikmati manfaat dari teknologi modern seperti Uber,” jelas pihak Uber, dilansir dari Reuters, Rabu (29/3/2017).
Pemerintah Denmark memberlakukan aturan baru seperti kewajiban tarif per meter dan sensor kursi untuk layanan Uber dan sejenisnya. Walapun saat aturan dikeluarkan, pemerintah menyebut aturan tersebut untuk mengakomodasi perusahaan seperti Uber.
“Sayangnya, karena perubahan regulasi yang akan diberlakukan, kami tidak punya pilihan selain menutup layanan,” kata Uber, dilansir dari detikNews, Rabu (29/3/20017).
Sudah ada sekitar 2000 orang yang menjadi sopir dan 300.000 konsumen yang selama ini menggunakan aplikasi Uber. Selama hadir di Denmark sejak November 2014, Uber disambut gelombang penolakan dari serikat sopir taksi konvensional lokal.

Kehadiran Uber dianggap menimbulkan persaingan tidak sehat dan tidak memenuhi standar hukum yang berlaku sebagai perusahaan taksi. Menteri Transportasi Ole Birk Olesen, turut mengomentari atas keputusan yang diambil oleh Uber.
“Ini adalah rasa malu, bahwa tidak ada mayoritas mendukung usulan pemerintah untuk liberalisasi dari hukum taksi, yang akan membuat lebih mudah bagi Uber dan perusahaan sejenisnya beroperasi secara legal di Denmark,” kata Ole Birk Olesen, dilansir dari Reuters, Rabu (29/3/2017).
Presiden Serikat Transportasi Denmark, Jan Villadsen mengungkapkan bahwa keberadaan Uber di Denmark masih ilegal. “Ketika mereka mulai 2,5 tahun lalu, itu ilegal dan ditetapkan beberapa kali ilegal. UU baru tidak mengubah itu,” kata Jan Villadsen, dilansir dari Reuters, Rabu (29/3/2017). (meu/pjk)