Jakarta, OMBELAN.COM – Prasetyo Edi Marsudi, Ketua Tim Pemenangan Ahok-Djarot menyebut bahwa tindakan memberi honor kepada Ketua KPU-Bawaslu DKI tidak melanggar aturan. KPU-Bawaslu DKI bercerita soal kehadiran mereka dalam acara yang diselenggarakan tim cagub-cawagub DKI, Ahok-Djarot, pada 9 Maret lalu.
Mereka mengaku menerima honor setelah menjadi narasumber dalam pertemuan tersebut. Pengakuan itu muncul setelah ditanya oleh anggota DKPP, Endang Wihdatiningtas, perihal pertemuannya dengan tim Ahok-Djarot, dalam sidang DKPP di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (30/3/2017).
Anggota DKPP lainnya, Saut Hamonangan Sirait, juga bertanya kepada Ketua Bawaslu DKI Mimah Susanti. Mimah mengiyakan, dan ia menyebut diberi honor senilai Rp 2-3 juta.
Ketua Tim Pemenangan Ahok-Djarot, Prasetyo Edi Marsudi mengungkapkan bahwa saat itu KPU dan Bawaslu DKI diminta memberikan saran kepada Timses Ahok-Djarot. Karena pada putaran pertama timsesnya mendapatkan teguran dari KPU dan Bawaslu DKI.
Kemudian, kampanye paslon Ahok-Djarot selalu ditolak oleh warga di beberapa wilayah, maka pihaknya perlu melakukan evaluasi. Serta KPU dan Bawaslu harus memberikan saran kepada timsesnya.
“Wajarlah, memang ada payung hukumnya juga, kok. Aturan membolehkan, kita minta narasumber. Lain ya kalau mereka nyelonong, nggak ketahuan, itu kan di tempat terbuka,” kata Prasetyo, dilansir detikNews, Kamis (30/3/2017).
Prasetyo mengatakan, jika menjadi narasumber, ia juga mendapatkan honor. Namun memberi honor kepada penyelenggara pemilu, menurutnya, tidak menjadi masalah.

“Biasanya kalau jadi narasumber itu kan dapat. Gue jadi narasumber di mana gitu, gue dapat honor juga, terima. Kita juga hanya minta masukan mereka kok, apa sih strateginya biar kita nggak salah. Pas putaran pertama kan kita banyak sekali permasalahan di lapangan, Pak Ahok dan Pak Djarot turun dicegat. Apa yang bisa kita tanggapi,” terang Prasetyo.
Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie, yang memimpin sidang DKPP di gedung DPR, menyebut penerimaan honor setelah menjadi narasumber tak bisa disalahkan karena belum ada aturan yang jelas. Namun dia berkata hal tersebut harus dievaluasi.
“Ini sepele, tapi bisa jadi besar. Sekarang belum dilarang. Ke depan boleh dievaluasi. Tugas penyelenggara pemilu melayani, masak terima honor. Yang merasa kepantasannya tinggi, masak nerima, gitu loh,” jelas Jimly, dilansir detikNews, Kamis (30/3/2017). (meu/pjk)