Setiap cerita dalam seni pewayangan, baik wayang kulit atau wayang orang tak bisa dipisahkan dengan cerita para Punakawan yang terdiri dari Semar, Petruk, Gareng dan Bagong. Setiap ada Punakawan tampil, biasanya di tengah-tengah jalannya cerita membuat pendengar atau pemirsa dalam pewayangan merasa “fresh” ingin menyimaknya. Mengapa demikian? Hal ini tidak lepas dari kesan kocaknya para Punakawan yang penuh dengan ke jenakaan yang kocak yang di tampilkan baik Petruk, Bagong dan Gareng.
Hadirnya para Punakwanan, adalah alur jeda bagi pemirsa untuk tidak stress terhadap alur cerita yang dari awal penuh dengan ketegangan. Bahkan terkadang jika Dalang (pembawa cerita) pewayangannya pandai seperti Ki Anom Suroto, Ki Manteb Sudarsono, Ki Entus dll bisa membawakan cerita para Punakawan tersebut dengan realitas sosial yang ada. Berbicara tentang kisah dan cerita Punakawan–tidak bisa lepas dari sosok tokoh sentral bernama Semar yang merupakan bapak dari Petruk, Bagong dan Gareng.
Aktor sentral Semar dalam pewayangan, memiliki banyak konotasi dalam berbagai persepsi di masyarakat. Semar mesem adalah jimat yang memberikan kekuatan dan magis dalam aliran kejawen yang membuat seseorang terpesona.
Semar juga memiliki konotasi tentang seorang rakyat jelata yang memiliki kelebihan dan kedikdayaan dalam menjaga bendoro atau juragannya dari godaann dan serangan para musuh yang membencinya. Semar adalah sosok orang tua yang sabar dan ikhlas dalam merawat anak-anaknya yang bengal, kocak dan penuh kejenakaan.
Meskipun diantara ketiga anak-anaknya memiliki karakter yang berbeda – beda, namun Semar mampu mengajarkan nilai-nilai toleransi dan sifat kasih sayang kepada anak-anaknya. Bahkan dalam berkomunikasi kepada anak-anaknya, Semar sangat egaliter dan tidak feodal, hal ini dibuktikan dengan tiadanya bahasa kromo alus antara Bagong, Gareng dan Petruk kepada sang Semar sebagai bapaknya.

Pada hal dalam piranti Jawa, ungah – ungguh (tatakrama) itu sangat penting. Tapi dalam keluarga Semar tak ada sama sekali bahasa kromo semua pakai bahasa ngoko sebagai bahasa komunikasinya. Jadi dalam kehidupan sehari-hari bahasa komunikasinya “flat” dengan nuansa ria dan jenaka. Dari fenomena ini, banyak orang mengartikan tentang keluarga Semar adalah simbol dari rakyat jelata atau masyarakat akar rumput.
Dengan simbol-simbol yang demikian, sangat wajar sekali, apabila banyak orang mengidolakan Semar sebagai figure wong cilik yang bisa dijadikan suri teladan dalam kesederhanaan. Anehnya, banyak wong cilik mengidolakannya, karena sifat-sifat Semar yang selalu pasrah atau nerimo ing pandum.
Kemudian sekelumit cerita Semar dan para Punakawan yang selalu terkesan adalah sebagai seorang rakyat jelata yang sangat loyal kepada bendoronya bernama Arjuna. Tanpa kepamrihan, Semar selalu menemani bendoronya pergi kemana – mana, bahkan disaat dirundung kesediihan, Semar dan anak-anaknya dengan setia menghibur Arjuna agar terus bersemangat dan termotivasi.
Semar juga amanah dalam merawat dan melindungi bendoronya dari serangan musuh – musuhnya. Dalam cerita pewayangan, Semar memiliki kekuatan berupa rambut kuncung yang dasyat dan tak ada tandingannya. Rambut kuncung itulah yang selama ini digunakannya untuk melindung Arjuna dari berbagai serangan lawannya.
Meski pun Semar sangat setia kepada bendoronya, tetap saja Arjuna tak bisa menjaga rasa kesetian terhadap sang Semar. Dimana Arjuna–terkena bujuk rayu oleh seorang Betari Durgo yaitu wanita jahat yang ingin memisahkan antara Arjuna dan para Punakawan.
Bujuk rayu Betari Durga tersebut akhrnya berhasil ketika Arjuna lengah. Dengan bujuk rayu tersebut, Arjuna alfa dan mau menuruti keiinginan dari Betari Durga untuk memotong rambut kuncung Semar yang selama ini sebagai sumber kekuatannya.
Dipotongnya rambut kuncung Semar kala ia tidur oleh Arjuna, akhirnya Semar tidak memiliki kekuatan apa-apa lagi dalam melindungi dan menyelamatkan bendoronya yang dicintainya. Semar sebagai kekuatan rakyat semakin samar dalam mengayomi pemimpinya ketika pemimpinya sudah “berselingkuh” dan meninggalkanya bersama Betari Durga.
Dari cerita Semar inilah, sangat penting untuk disimak arti maknanya, tentang pentingnya mempererat hubungan antara penguasa dan rakyat. Kepercayaan rakyat terhadap pemimpinya harus dijalankan sesuai dengan amanah yang benar, sebab hanya rakyatlah sebagai benteng terakhir kekuatan dalam menjaga stabilitas.
Bayangkan jika hubungan antara pemimpin dan rakyat sudah terputus atas bujuk rayu harta, tahta, dan wanita seperti yang terjadi pada diri Arjuna. Maka orientasi pemimpin dalam memimpiin tidak jelas, begitu juga peran rakyat yang dipimpin juga mengalami kegalauan karena memandang pemimpin penuh dengan rasa samar.
Untuk itu menjaga hubungan erat antara pemimpin dan rakyat perlu dibina terus menerus untuk saling asah, asih dan asuh. Seandainya rambut kuncungnya Semar tidak dipotong oleh Arjuna kekuatan Semar tak akan samar untuk selalu setia menjaga Arjuna.
Begitu juga para pemimpin bisa menjalankan amanah rakyat dengan benar, insyallah rakyat akan setia menjaga kepemimpinan nasional dengan darah dan nyawa yang siap dikorbankan. Semoga kisah Semar ini menjadikan renungan kita bersama untuk lebih amanah dimanapun kita berada.
Solo – Jawa Tengah, 6 Maret 2017
Agus Yuliawan
Penulis adalah wayang enthusiast, alumni UMS, dan pegiat ekonomi syariah Ibu Kota