Jakarta, MENTARI.NEWS – Jawa Tengah akan menggelar Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur pada 2018 yang akan datang. Saat ini ada sejumlah nama yang disebut layak maju di Pilgub Jateng 2018.
Peneliti Centre For Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes mengatakan nama-nama kandidat Cagub di Jawa Tengah belum terdengar sekeras Jawa Barat. Namun dia menyebut bahwa saat ini elektabilitas Ganjar Pranowo, politikus PDIP yang menjabat Gubernur Jawa Tengah masih kuat.
“Jawa Tengah, memang relatif nama-nama yang muncul belum sekeras di Jawa Barat. Ganjar baru satu periode, dia masih cukup kuat. Apalagi sejak dulu Jateng basis PDIP. Jadi naik atau turunnya suara Ganjar akan dipengaruhi oleh performanya,” kata Arya kepada wartawan, Minggu (30/4/2017).
Menurut Arya, PDIP akan berjuang mati-matian untuk memenangkan Pilgub Jawa Tengah. Hal ini tidak terlepas dari Jawa Tengah yang merupakan basis pertahanan PDIP.
“PDIP akan mati-matian agar Jawa Tengah tidak bobol. Jika kalah, secara psikologis akan memperlemah semangat kader PDIP di daerah lain,” papar Arya.
Dia memprediksi di Pilgub Jateng nanti akan memunculkan blok PDIP dan blok non PDIP. Untuk kandidat, dia memprediksi partai-partai akan mengusung petahana atau politisi yang sudah menjadi anggota DPR.

Ada juga peluang kader non partai alias kalangan profesional untuk maju Pilgub Jateng 2018. Misalnya, nama mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Sudirman Said yang asal Brebes, Jawa Tengah.
Menurut Arya, Sudirman dikenal memiliki rekam jejak yang bagus dalam pemberantasan korupsi. “Itu (Sudirman Said) saya kira nama yang cukup bagus, memiliki track record dalam pemberantasan korupsi, bagus kalau memang bisa dimunculkan oleh partai politik,” kata Arya.
Munculnya Sudirman Said dan kalangan profesional di Pilgub Jateng akan memberikan alternative pilihan baru bagi masyarakat. Soal peluang profesional maju Pilgub, Arya menjawab dengan memberikan contoh Pilkada Jakarta.
Anies Baswedan yang terpilih sebagai Gubernur DKI datang dari kalangan profesional bukan kader partai. Sejumlah partai menghadapi dilema karena tak memiliki kader yang dianggap mumpuni untuk diajukan ke Pilkada.
Walhasil partai-partai pun mulai membuka peluang dari kalangan professional untuk diajukan di Pilkada. Munculnya kandidat dari kalangan profesional di Pilkada bisa muncul atas inisiatif internal partai, inisiasi dar imasyarakat atau komunikas dari kandidat tersebut dengan partai politik.