Jakarta, MENTARI.NEWS – Nyamuk anopheles dikenal sebagai vektor pembawa parasit malaria. Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang cukup berbahaya.Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa tiap tahun bisa ada ratusan juta orang yang terjangkit oleh malaria dan ratusan ribu diantaranya meninggal dunia.
Nyamuk anopheles menjadi vektor parasit malaria, di dalam tubuh parasit itu sendiri memiliki beberapa stadium. Ketua Komisi Ahli Diagnosis dan Pengobatan Malaria Prof Dr Inge Sutanto MPhil menjelaskan, parasit berubah-ubah saat ditularkan melalui nyamuk hingga ke tubuh. Ketika masuk ke tubuh, parasit yang ditularkan nyamuk berubah menjadi tropozoid dan masuk ke hati. Setelah itu, tropozoid pecah dan masuk ke dalam darah.
Ketika menimbulkan gejala, di situlah parasit berada dalam stadium gametosit. Prof Inge mengatakan parasit inilah yang bisa ditularkan oleh nyamuk dari orang yang positif malaria ke orang lain. Dengan kata lain, selain orang yang bersangkutan sudah sakit malaria, dia juga bisa menjadi sumber penularan kalau tidak diobati secara benar.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan, drg Vensya Sitohang, M.Epid mengatakan diagnosis malaria harus dilakukan dengan konfirmasi laboratorium mikroskop atau tes diagnosis cepat (Rapid Diagnostic Test/RDT).
Ketika pasien sudah dinyatakan positif terkena malaria, maka ia diberi pengobatan menggunakan terapi kombinasi berbasis Artemisinin (Artemisinin Based Combination Therapy/ACT). Obat ini bisa didapat gratis di fasilitas kesehatan. Menurut drg Vensya, pengobatan radikal penting diberikan karena bisa membunuh semua stadium parasit dalam tubuh sehingga rantai penularan bisa diputus.

Kekhawatiran muncul setelah adanya parasit malaria super yang kebal terapi artemisinin. Nicholas White, profesor di Oxford University, Inggris sekaligus peneliti dari Mahidol University, Thailand, mengatakan tahun lalu ditemukan adanya kasus malaria yang kebal obat di Thailand, Laos dan Kamboja.
Data WHO menyebut lebih dari setengah populasi dunia terancam infeksi malaria. Meski jumlah kasus terus menurun, namun statistik menyebut sekitar 420.000 orang mati tiap tahunnya akibat malaria.
Negara-negara Afrika disebut jadi yang paling rentan terhadap malaria karena hampir 90 persen kasus infeksi terjadi di sana menyumbangkan angka kematian global hingga 92 persen. Oleh karena itu ketika vaksin malaria pertama di dunia telah rampung, tiga negara Afrika dengan angka kasus yang paling tinggi mendapat kesempatan pertama untuk memakainya.
Direktur WHO Region Afrika dr Matshidiso Moeti mengatakan vaksin akan mulai diberikan pada tahun 2018 untuk Ghana, Kenya, dan Malawi dalam rangka uji klinis. Targetnya vaksin dapat mencakup 750 ribu anak usia lima sampai 17 bulan.
“Informasi yang terkumpul dalam proyek ini akan membantu kita merumuskan kebijakan pemakaian vaksin yang lebih luas. Bila dikombinasikan dengan intervensi malaria yang sudah ada, vaksin berpotensi menyelamatkan puluhan ribu jiwa di Afrika,” kata dr Matshidiso, dilansir dariBBC, Selasa (25/4/2017).
Agar bekerja efektif vaksin harus diberikan sebanyak empat kali. Tiga kali diberikan setiap bulan sementara pemberian dosis terakhir 18 bulan kemudian. Tes awal menunjukkan seharusnya vaksin malaria dapat melindungi anak mencegah empat dari 10 kasus. Selain itu kasus fatal di rumah sakit juga bisa berkurang hingga sepertiganya.
Namun diakui bahwa memang angka efektivitas vaksin malaria masih di bawah standar bila dibandingkan dengan vaksin penyakit lainnya. Hanya saja karena dampak malaria begitu besar maka kemajuan apapun akan lebih baik daripada tidak ada sama sekali. (meu/pjk)