Jakarta, MENTARI-ONLINE – Pemerintah diminta untuk taat undang-undang (UU) terhadap pembubaran organisasi masyarakat berbadan hukum serta memiliki ruang lingkup nasional seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Pakar Hukum Tata Negara, Yuzril Ihza Mahendra menjelaskan di dalam UU, pembubaran ormas terlebih dahulu harus dilakukan dengan langkah persuasif berupa pemberian surat peringatan hingga tiga kali.
Jika surat peringatan tiga kali tidak diindahkan, pemerintah bisa mengajukan permohonan membubarkan ormas yang dimaksud ke pengadilan. Pengadilan bisa memberi kesempatan kepada ormas bersangkutan melakukan pembelaan diri dengan membawa alat bukti, saksi serta ahli untuk didengar didepan pengadilan.
Bahkan ormas bersangkutan bisa melakukan upaya kasasi terhadap keputusan pengadilan negeri ke Mahkamah Agung. “Jadi pemerintah tidak bisa begitu saja bisa membubarkan ormas berbadan hukum dengan ruang lingkup nasional,” kata Yusril dalam keterangan pers tertulis, Senin (8/5/2017).
Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Indonesia itu menerangkan berdasarkan Pasal 69 dan 69 UU nomer 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan , ormas berbadan hukum dapat dicabut status badan hukum demikian pula status terdaftarnya. Ini berarti sama saja dengan membubarkan ormas bersangkutan.
Di dalam dua pasal UU nomer 17/2013 itu,diterangkan pembubaran ormas bisa dilakukan karena ormas tersebut telah melakukan kegiatan penyebaran rasa permusuhan bersyfat SARA, melakukan kegiatan separatis, mengumpulkan dana bagi parpol, menyebarkan faham bertentangan dengan Pancasila.
Terkait rencana pembubaran HTI oleh pemerintah seperti yang dikemukakan Menko Polhukam Wiranto beberapa saat lalu, Yuzril meminta pemerintah bersikap hati-hati dengan melakukan langkah persuasif terlebih dulu. Baru kemudian menempuh langkah hukum untuk melakukan pembubaran.

“Langkah hukum pembubaran itu harus benar-benar berdasarkan kajian mendalam dengan alat bukti kuat. Jika tidak permohonan pembubaran yang diajukan jaksa atas permintaan Menkumham itu bisa dikalahkan di pengadilan oleh pengacara-pengacara HTI,” jelas mantan Ketua Umum Partai Bulan Bintang itu.
Yusril berpandangan, pembubaran HTI merupakan masalah sensitif mengingat HTI sendiri adalah ormas Islam. Memang belum tentu semua umat Islam Indonesia satu faham dengan pandangan keagamaan HTI. Namun, eksistensi HTI selama ini diakui dan dihormati gerakan dakwahnya.
Pembubaran HTI akan menimbulkan kesan di kalangan umat Islam bahwa pemerintah tidak bersahabat dengan gerakan Islam sedang pada kegiatan-kegiatan kelompok kiri yang fahamnya nyata-nyata bertentangan dengan falsafah negara Pancasila, pemerintah memberi angin.
Mantan menteri di pemerintahan Gus Dur itu meminta pemerintah wajib mencari tahu sebab gerakan-gerakan keagamaan Islam di tanah air belakangan menguat dan sebagian meninggalkan cara moderat dan menjalankan cara radikal.
Lazimnya, radikalisme muncul karena sebuah kelompok merasa dirinya diperlakukan tidak adil, termiskinkan dan terpinggirkan.
“Pemerintah harus bersikap proposional memberlakukan semua komponen bangsa sehingga semua komponen merasa jadi bagian dari negara ini. Komponen lemah merasa terlindungi sementara kelompok kuat bisa terhindar perilaku sewenang-wenang. (jm/pjk)