Reporter; Pujoko
MENTARI.NEWS, SUKOHARJO – Bagi kita di PTM, kehadiran para doktor dan guru besar merupakan kekuatan sangat penting untuk meningkatkan kualitas PTM sekaligus menjadikan centre of exellence, menjadi pusat unggulan. Apapun dalam kehidupan masyarakat modern termasuk di era 4.0, bahkan ketika negara lain seperti Tiongkok dan Jepang sudah masuk era 5.0, kekuatan akademisI di PT menjadi sangat strategis untuk kemajuan bangsa karena dari mereka itulah akan lahir berbagai macam karya keilmuan termasuk hasil riset yang sangat penitng dan menentukan kemajuan bangsa.
Kita tidak mungkin melompat dari satu situasi dari masyarakat tradisional ke masyarkat modern tanpa jembatau ilmu yang dibangun lewat PT. Di sejarah manapun termasuk di Eropa Barat, Amerika, kemajuan bangsa itu seiring dan berbanding lurus dengan peran universitas di setiap negara.
Bahkan lahirnya berbagai macam inovasi keilmuan tidak lepas dari rahim PT. Memang diluar itu, ada komunitas-komunitas keilmuan yang bersifat kritis atau punya peran-peran kritis, tapi semua lahir dari tradisi PT, tradisi kampus. Maka ini jadi sangat penting dan sinyal untuk Indonesia bahwa membangun Indonesia ke depan, termasuk pendidikan tetap membutuhkan pranata standar dan pranata institusional yaitu lembaga, tidak bisa melompat pada yang non institusional.
Yang kedua bagi kita PTM, tentu kampus dan civitas akademika lebih-lebih para ilmuwan didalamnya harus menjadi kekuatan tanwir, kekuatan pencerah yang selalu menghadirkan usaha-usaha mencerdaskan kehidupan bangsa baik dimensi life skill juga akal budi dan alam pikir.
Indonesia masih membutuhkan transformasi yang panjang untuk jadi negara bangsa modern. Dan Muhammadiyah yang perjalanannya sudah 1 abad dan insya allah terus berkiprah untuk berikhtiar mencerdaskan dan memajukan kehidupan bangsa, tentu tidak cukup dengan apa yang kita peroleh. Kita harus memacu kemajuan kita sendiri karena tidak mungkin kita akan jadi kekuatan pencerah, pemaju, pencerdas bangsa, jika kita sendiri kondisinya tertinggal atau standard-standar saja. Orang atau pihak yang tidak punya apa-apa tidak mungkin bisa memberi apa-apa.
Muhammadiyah harus menjadi kekuatan paling depan. Dan semua gerakan didorong dengan semangat banyak bekerja sedikit bicara. Tentu ini kekuatan dan etos Muhammadiyah. Membangun pusat-pusat unggulan termasuk lewat PT itu tidak bisa seperti membalik telapak tangan atau seperti Bandung Bondowoso yang membangun candi prambanan dalam legenda yang sifatnya legenda ya seperti itu. Tapi harus long term, jangka panjang yang terus harus kita ikhtiarkan. Maka UMS termasuk pelopor dalam gerakan keilmuan ini. Dan kehadiran doktor, para guru besar akan menjadi kekuatan strategis untuk peran muhammadiyah memajukan kehidupan umat dan bangsa.
Peran mencerdaskan dan mencerahkan itu juga pada saat yang sama disertai dengan ikhtiar membangun kebersamaan di tubuh bangsa ini. PT dengan peran pengabdian pada masyarakat dan peran sosial lainnya, yang didalam muhammadiyah kita mengembangkan catur darma, itu harus menjadi kekuatan perekat sosial dan sekaligus juga pencerdaskan sosial bagi masyarakat. Masih banyak hal-hal yang kita perlu jadi peolopor disitu. Kita ingin masyarakat kita tetap punya kognisi sosial tinggi, dengan itu kita insya allah akan jadi negara bangsa yang maju. Tidak ada bangsa dan negara yang maju yang kognisi sosial retak, apalagi sampai mengalami konflik yang berkepanjangan. Bahkan ada banyak negara yang dulu maju kemudian gulung tikar karena runtuh tatanan sosialnya.
Saya yakin UMS lewat persyarikatan Muhammadiyah dengan seluruh kekuatannya akan mengembangkan peran-peran kemasyarakat untuk membangun masyarakat dan kohesifitas sosial tinggi.
*Tulisan diatas merupakan bagian terbesar sambutan Ketua Umum PP Muhammadiyah,Prof. Haedar Nashir yang disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Muhammadiyah Surakarta Upacara Pengukuhan Guru Besar Prof. Dr. Muhtadi, M.Si dan Prof. Dr. Muhammad Da’i, M.SI., Apt, Sabtu, 7 Desember 2019
** Judul tulisan diatas dibuat oleh redaksi mentari.news.