Saham, Milenial dan Investasi
Oleh: Panengah Trapsilaning Putri
Data investor saham di wilayah Solo Raya meningkat drastis. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Solo menunjukan data investor saham Solo Raya per Oktober 2019 mencapai 31.218 atau naik 43 persen dibanding November 2018 yaitu sebanyak 23.447 investor. Berdasarkan data tersebut, artinya terdapat tambahan 7.771 investor baru sepanjang Januari-Oktober 2019.
Bursa Efek Indonesia Kantor Perwakilan Jawa Tengah 2 mencatat peningkatan jumlah investor terbesar adalah masyarakat dengan rentang usia 18-35 tahun yang merupakan para generasi millenial. Kontribusinya bahkan lebih dari 50 persen dari toal penambahan investor.
Fenomena anak muda sadar berinvestasi tentu menjadi hal yang sangat positif. Kenapa anak anak muda jaman sekarang harus berinvestasi?
Apa itu investasi?
Global Wealth Report 2017 yang dipublikasikan Credit Suisse Research Institute mengatakan bahwa generasi milenial memiliki masalah serius dalam hal ekonomi. Milenial tumbuh di masa masa krisis yang berdampak pada banyaknya pengangguran, ketidak setaraan pendapatan dan juga harga properti yang meningkat drastis.
Itu kenapa hanya 50 persen anak milennial usia 25-35 yang memiliki rumah. Milenial enggan mengeluarkan uang dalam jumlah besar untuk mendapatkan sebuah barang. Revolusi industrI 4.0 dengan digitalisasinya mengubah budaya masyarakat untuk mendapatkan kebutuhannya dengan mudah, cepat dan murah.
Tantangan tersebut harus dipersiapkan secara matang oleh milenial, salah satunya dengan melakukan investasi. Secara sederhana investasi dapat diartikan sebagai kegiatan menempatkan dana pada satu atau lebih dari aset selama periode tertentu dengan harapan dapat memperoleh penghasilan dan/atau peningkatan nilai investasi (Harianto & Sudomo,1998:2).
Tujuan melakukan investasi adalah untuk memilih aset aset yang mampu memaksimalkan tingkat keuntungan yang diharapkan pada tingkat risikonya, atau untuk memaksimumkan tingkat keuntungan yang diharapkan pada tingkat risiko yang dipilihnya, karena semakin besar tingkat keuntungan akan menyebabkan semakin besarnya kesejahteraan (Francis, 1986).
Secara umum dikenal dua jenis investasi yaitu real investment dan financial invesment (Sharpe, 1990). Real investment dapat diartikan sebagai kegiatan investasi pada aktiva berwujud (tangibel assets) seperti tanah, mesin ataupun membangun pabrik. Sedangkan financial investment adalah investasi yang dilakukan melalui surat-surat berharga (sekuritas) atau financial assets seperti saham, reksadana, obligasi.
Dalam melakukan investasi tentu membutuhkan modal. Bagaimana dengan anak muda yang gemar ngopi di kafe dan belum punya penghasilan namun ingin berinvestasi? Pasar modal adalah jawabanya. Kenapa? Karena saat ini investasi saham tidak membutuhkan dana yang besar. Cukup dengan membuka rekening saham di perusahaan efek secara gratis.
Jika mau investasi membeli pabrik belum mampu, kita bisa beli sahamnya PT Sri Rejeki Isman, Tbk yang sudah tercatat di bursa efek dengan kode saham SRIL dan kita secara sah menjadi bagian pemilik Sritek. Atau membeli saham PT Astra Internasional (ASII). Dengan membeli saham Astra, kita sudah menjadi pemilik dari perusahaan itu. Terdapat lebih dari 600 perusahaan yang sahamnya sudah tercatat di bursa efek yang bisa dibeli.
Untuk membeli saham di bursa efek, minimal harus 100 lembar saham atau 1 lot. Posisi hari ini, Senin 30 Desember 2019 harga saham SRIL Rp 260 per saham. Jadi modal yang harus disiapkan milenial untuk menjadi salah satu pemilik SRIL adalah Rp 260 x 100 lembar saham = Rp 26.000 (dua puluh enam ribu rupiah). Harga saham tersebut bahkan lebih terjangkau dibanding untuk membeli sebuah kopi dan cemilan di café ternama.
Berdasarkan data Bloomberg, imbal hasil investasi di Pasar Modal Indonesia dalam kurun waktu 10 tahun terakhir (2009-2019) menempati urutan tertinggi diantara bursa-bursa dunia yaitu 355,15 persen. Ini berarti rata rata imbal hasil investasi di pasar modal selama 10 tahun terakhir mencapai 35,5 persen per tahun.
Dengan asumsi kenaikan harga saham sebesar 35 persen per tahun, bisa dijadikan senjata milennial untuk melawan banyak tantangan masa yang akan datang. (*)
*Penulis adalah mahasiswa Magister Manajemen Pascasarjana UNS