Oleh : Alfian Mujani
Corona datang, Tuhan mencuci dunia
Membungkam kesombongan manusia
Tempat ibadah semua ditutup
Manusia bingung cari pegangan
Corona datang, bukanlah kebetulan
Mendidik kita untuk jadi saleh
Anak dan istri jabatan kekayaan semua bukan milik kita
Hoo hoo hoo
Lagu bertajuk Corona ciptaan Sam Bimbo itu, kini tengah viral. Lagu berdurasi satu menit dua belas detik itu juga menuai kontroversi lantaran si pengunggah lagu di laman You Tube mengklaim bahwa lagu tersebut diciptakan 30 tahun silam. Netizen meragukan klaim sang pengunggah. Mereka meyakini bahwa lagu tersebut merupakan lagu baru. Edan, memang…!
Kontrovesi kapan lagu Corona Sam Bimbo itu diciptakan, tak terlalu penting untuk dibahas. Yang pasti, pesan besar yang ingin disampaikan Sam melalui lagu tersebut, sangat mengena. Sam mengajak umat manusia untuk introspeksi. Memahami hakikat diri sebagai mahluk yang tugas utamanya adalah mengabdi pada Alhaliq, sang pencipta jagat raya. Sebagai mahluk yang diciptakan, manusia sama sekali tak miliki hak untuk bersombong ria.
Lebih dari itu, lagu Corona karya Sam Bimbo ini juga menginspirasi kita untuk mengajukan sebuah pertanyaan: ‘’Coronavirus; Rahmat atau Laknat?’’
Rahmat, menurut Al Ashfihani dalam Mufradat Alfadzh Alquran, adalah kelembutan yang menuntut berbuat baik kepada yang disayangi. Para pemuka agama samawi sangat percaya bahwa rahmat (kasih sayang) itu datangnya dari Allah, sang pencipta jagat raya. Sedangkan laknat dimaknai sebagai hal yang sangat jauh dari kebaikan. Jauh dari Allah. Siapapun yang terkena laknat maka dia akan jauh dari rahmat, jauh dari kasih sayang, jauh dari kebaikan.
Bagaimana dengan Coronavirus alias Covid-19 yang tengah mencuci dunia ini (pinjam istilah Sam Bimbo)? Dari perspektif pemikiran positif, coronavirus yang tengah menjadi wabah dunia ini, telah menunjukkan banyak hikmah sekaligus rahmat. Coronavirus telah menjadi guru kehidupan bagi banyak orang berfikir dan cermat menggunakan akal sehat.
Hamid Basaib, mentor jurnalistik investigative saya 33 tahun lalu di harian Masakini Jogjakarta, sedikitnya mencatat 25 hikmah dan rahmat yang menyertai merebaknya Coronavirus di jagat raya, sebagai berikut:
Satu, Coronavirus menunjukkan kepada kita bahwa Amerika Serikat yang sangat arogan dengan posisinya sebagai polisi dunia, ternyata tidak ada apa-apanya. Amerika bukan lagi negara terhebat yang patut ditakuti apalagi didewa-dewakan. Ketika Coronavirus menghantam, Amerika Serikat pun tak berdaya. Bahkan untuk menggerakkan roda perekonomiannya yang terancam lumpuh, Presiden AS Donald Trump dengan tak punya malu mengajukan pinjaman ke Republik Rakyat China yang hampir 10 tahun terakhir ini menjadi seteru utamanya.
Dua, Coronavirus juga membuka mata kita lebar-lebar bahwa China telah memenangkan Perang Dunia III tanpa memuntahkan peluru kendali satu pun ke daerah pertahanan musuh. Dahsyatnya lagi, meski tanpa menembakkan peluru pembunuh massal canggih, China melaju tak terbendung. Tak ada satupun negara adi daya di Barat yang bisa membendungnya.
Tiga, Coronavirus juga membuka tabir rahasia ratusan tahun bahwa orang Eropa ternyata tidak seterdidik seperti kelihatannya. Bahkan bangsa Eropa adalah bangsa terpanik dalam menghadapi corona pandemic. Mereka yang selama ratusan tahun mencitrakan sebagai bangsa terdidik, bangsa terhormat ternyata juga tak siap menghadapi gempuran Coronavirus. Lihatlah Italia, Prancis. Betapa kewalahannya mereka mengantisipasi serangan mahluk maha halus ini.
Empat, Coronavirus telah memaksa kita untuk mengaku kebenaran sunnatullah bahwa keluarga dan sahabat sungguh penting untuk dijaga. Kitab suci dan sabda Nabi Muhammad sesungguhnya telah memberikan panduan tentang betapa pentingnya keluarga dan sahabat dalam menjalankan tugas kita sebagai khalifah di muka bumi.
Kitab suci telah menjelaskan secara gamblang betapa penting dan mulianya kedudukan keluarga melalui kisah-kisah orang mu’min, para nabi dan rasul-Nya. Begitu juga kedudukan sahabat. Imam Ahmad ‘’Jika orang di dekat kamu (sahabat) ucapannya tak memberikan manfaat dan tidak membuat kamu menjadi lebih baik, maka jauhilah orang itu.’’ Coronavirus mengajari kita untuk pandai-pandai memilih sahabat yang bermanfaat dunia akhirat. Secara fisik, Coronavirus telah memaksa kita untuk menjaga jarak aman, dengan siapapun yang berpotensi mendatangkan madarat sebagai media penularan virus.
Lima, Coronavirus juga membuka mata kita lebar-lebar bahwa orang kaya ternyata kalah kebal terhadap penyakit dibanding orang miskin. Ini artinya, kekayaan yang berlimpah ruah itu sama sekali tidak menjamin kekebalan seseorang dari wabah mematikan. Dalam kasus Covid-19 di Indonesia, kita menyaksikan begitu banyak orang kaya yang sembunyi ketakutan. Dan juga tak sedikit dari orang kaya yang tidak bisa menghindar dari Coronavirus.
Enam, Coronavirus juga memberitahukan kepada kita bahwa manusia itu selalu mau untung dan mau menang sendiri, terlepas dari kemampuan ekonominya, bila harga-harga naik. Munculnya antrian panjang di pusat-pusat perdagangan sembako untuk memborong Sembilan bahan kebutuhan pokok. Mereka memborong bukan sekedar untuk memenuhi kebutuhan stok sendiri tetapi juga untuk dijual kembali demi raup untung besar. Akibatnya, banyak bahan pangan langka di pasar. Bahkan ketika Coronavirus sudah berada di zona yang sangat mencemaskan, para spekulan inipun memborong alat-alat pengaman diri (APD) seperti masker, hand sanitizer, bahkan alkohol pun sulit dicari. Ada kerakusan yang dipertontonkan.
Tujuh, Coronavirus juga mengajarkan kepada kita bahwa penanganan dan pengerjaan segala hal harus diserahkan kepada ahlinya. Jangan coba-coba menyerahkan satu pekerjaan penting kepada orang yang bukan ahlinya, tunggulah saat kehancuran segera tiba. Dalam konteks Coronavirus kita telah menyaksikan tak ada pastur, ustad, rabbi dan semua agamawan yang sanggup menyelamatkan pasien. Yang mampu menangani pekerjaan ini hanya petugas kesehatan. Mereka inilah ahli yang memiliki ilmu di bidang penanganan pasien.
Delapan, Coronavirus memberi tahu kita bahwa umat manusia adalah virus sejati bagi bumi ini. Yang membuat kerusakan di muka bumi ini sejatinya adalah manusia, bukan Coronavirus atau virus yang lain. Itu sebabnya, dulu, pada saat Allah menciptakan mahluk bernama manusia, para malaikat dan iblis protes keras. Bedanya, malaikat protes berlandaskan keberlimuan dan ketaan kepada Allah, sedangkan iblis protes berdasarkan kesombongan dan pembangkangan. Dalam protesnya, malaikat berkata: ‘’Wahai Allah, robku.. mengapa engkau ciptakan mahluk manusia yang jelas-jelas akan membuat kerusakan di muka bumi?’’ Tuhan menjawab protes itu dengan mengatakan: ‘’Aku Maha Mengetahui apa yang engkau tidak ketahui!’’ Allah menjawab kritikan malaikat itu tidak mengedepankan kekuasaan, tetapi mengedepankan keberilmuan. ‘’Aku maha tahu.’’ Dan, Tuhan tidak memenjarakan para malaikat yang telah berani mengkritik atas penciptaan Adam itu. Para malaikat pun bersujud kepada Adam dengan penuh ketaatan kepada Sang Pencipta.
Sementara iblis protes dengan penuh kesombongan. ‘’Mengapa aku harus tunduk pada Adam yang Engkau ciptakan dari tanah, sementara aku Engkau ciptakan dari api?’’ Terhadap iblis yang kurang ajarpun Tuhan tidak memenjarakannya. Justru Allah memberikan kebebasan hidup lebih lama kepada iblis untuk menggoda anak Adam hingga akhir zaman. Iblispun keluar dari surga untuk memulai petualangan menggoda umat manusia. Adam adalah manusia pertama yang menjadi korban godaan iblis. Godaan iblis adalah ujian bagi umat manusia, apakah kita akan lulus ataukah akan terjerumus? (Bersambung)